Rakyatmerdeka.co – News Teriknya cahaya matahari tidak menyurutkan langkah beberapa orang lelaki separuh baya berpakaian jubah panjang tradisi Buton membawa sesajen di tangannya.
Empat buah sesajen itu tersimpan diatas susunan bambu besar yang telah dipotong dengan ukuran kecil.
Ke empat sesajen itu lalu dimasukkan kedalam tenda yang sudah di isi banyak pejabat serta tokoh masyarakat.
Prosesi ini adalah bagian dari adat Tuturangiana Andala, atau berikan sesajen pada penguasa laut yang dilakukan masyarakat Pulau Makasar, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara.
“Ritual ini merupakan satu diantara tradisi masyarakat Puma (Pulau Makassar) sebelum saat melaksanakan aktivitas di laut yang diawali dengan Tuturangiana Andala, ” kata Ketua Adat Pulau Makasar, Armuddin, Minggu (16/10/2016).
” Dasarnya (yaitu) untuk membuka pintu-pintu rejeki di laut, sekalian menolak semacam hambatan serta tantangan yang berasal dari kejahatan laut, seperti gelombang tinggi dsb, ” tambah Armuddin.
Sesajen yang akan diserahkan untuk penguasa laut itu diisi bermacam jenis kue tradisional khas Buton, beberapa batang rokok, beberapa lembar daun sirih, satu buah pinang, serta kelapa merah yang masih muda.
Seekor kambing juga disembelih di sekitar area ritual adat itu. Darah kambing yang keluar ditampung dalam satu ember kecil serta kambing itu langsung dibawa ke rumah penduduk.
Tidak berapa lama kemudian, empat orang lelaki yang kenakan jubah adat, datang mengambil darah kambing.
Masing-masing mengambil darah kambing dengan gelas bambu serta meletakkannya di dekat tempat sesajen itu.
Menurut Armudin, ritual adat ini sudah lama dilakukan sejak mulai Pulau Makasar mulai ditinggali pasukan Sultan Hasanudin yang ditawan di pulau ini setelah kalah perang.
“Secara umum, masyarakat Puma berprofesi sebagai nelayan, sebelum saat turun melaut mereka langsung melakukan ritual adat tersebut . Menurut kepercayaan orang-orang setempat, apabila tidakmelakukan ritual bakal memperoleh hambatan serta gangguan dari penguasa laut, ” tutur Armudin.
Sesajen itu lalu dibawa dengan memakai kapal kecil di empat penjuru Pulau Makassar yang dianggap keramat.
Ke empat tempat itu memiliki sejarah seperti jatuhnya stempel kerajaan Kesultanan Buton yang dianggap keramat, munculnya jangkar putih tanpa ada karat dari lautan, serta kecelakaan saat perilaku masyarakat bertentangan dengan nilai agama.
Disamping itu, Wali Kota Baubau, AS Thamrin, menyampaikan, ritual adat Tuturangiana Andala adalah ritual yang ditunaikan satu tahun sekali.
Memberi sesaji pada penguasa laut dengan empat arah angin memiliki kandungan hikmah serta arti tersendiri.
“Kita mensyukuri rejeki yang didapatkan pada kita semua. Sesaji kita mengharapkan penguasa memberi kemudahan pada para nelayan untuk memudahkan mendapatkan ikan,” ucap Thamrin.